Permohonan Praperadilan Agung Dwijo Sujono SH Dikabulkan PN Jakarta Pusat


JAKARTA, seputarriau.co - Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Heneng Punjadi, SH., M.H  mengabulkan seluruh permohonan Praperadilan  yang dimohon oleh Pemohon  Agung Dwijo Sujono SH, melalui Tim kuasa hukumnya yang terdaftar di Kepanitraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat  dengan Register perkara Nomor: 16/Pid.Pra/2022/PN.Jkt.Pst, Selasa (3/1/2023).

Dalam amar putusannya hakim  antara lain mengatakan, permohonan Pemohon Praperadilan yang dilakukan Agung Dwi Sujono SH  melalui Tim  kuasa hukumnya (PH) dikabulkan hakim  karena, proses penyidikan yang dilakukan  Termohon I Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Cq Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Cq Direktur Penegakan Hukum Pidana  selaku penyidik pegawai negeri sipil (PPNS)  dinyatakan  tidak sah.

"Tidak sahnya surat perintah  penyidikan Direktur Penegakan Hukum Pidana Nomor :    SP.DIK.07/PHPLHK-TPK/PPNS/09/2022 tanggal 16 September 2022  terhadap tersangka Agung Dwijo Sojono SH yang diduga melakukan pelanggaran di bidang kehutanan yakni melakukan kegiatan pertambangan operasional produksi batu  bara di kawasan hutan produksi tetap dengan menggunakan alat berat antara lain Excavator (PC), Articulated Dump Truck (ADT), Buldozer dan Dump Trcuk (DT), dari hasil kegiatan tersebut telah terjadi bukaan areal tambang seluas ± 302 ha yang berada dalam kawasan hutan Produksi Tetap selama  3 (tiga) bulan beroperasi jumlah batu bara yang ditambang sebanyak ± 183.000 ton, dengan harga jual batu bara ± Rp.4.793.000/319USD maka kerugian negara akibat pertambangan batu bara sebesar ±
Rp.877.199.000.000,- (Delapan Ratus Tujuh  Puluh Tujuh  Milyar Seratus  Sembilan Puluh  Sembilan Juta Rupiah) tanpa izin  pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) yang disangkakan Agung Dwi Sujono,S.H  sengaja mengerjakan, menggunakan dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah” di Kawasan Hutan  Produksi Tetap Kecamatan Long Iram, Kabupaten Kutai Barat,  Provinsi Kalimantan Timur.

Sebagaimana diatur dalam  Pasal 78 ayat (2) Jo.  Pasal 50 ayat (3) huruf a Undang Undang Republik Indonesia  Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana diubah dalam Paragraf 4 Pasal 36 angka 19  Pasal 78 ayat  (2) Jo.  Pasal 36 angka 17  Pasal  50 ayat  (2) huruf a Undang-undang Republik Indonesia 11 Tahun  2020 tentang Cipta  Kerja Jo Pasal  55 dan/atau  56 KUHP.

Proses penyidikan  yang dilakukan Direktur Penegakan Hukum Pidana  selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)  tidak berdasarkan bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup sehingga sehingga penerbitan Surat Perintah Penyidikan menjadi tidak sah dan batal demi hukum serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Ditambah lagi dalam menjalan proses Penyidikan Direktur Penegakan Hukum Pidana  selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) berjalan sendiri padahal sangat jelas dalam Pasal 77 undang –Undang Kehutanan ayat (2) huruf (f) menyatakan bahwa penangkapan dan menahan dalam koordinasi dan pengawasan Penyidik kepolisian Negara Indoensia sesuai dengan kita undang-Undang hukum Acara Pidana.

Yang seharusnya Penyidik PPNS Direktur Penegakan Hukum Pidana  memaknai koordinasi dalam pasal 77 tersebut adalah dengan memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Pejabat Penyidik POLRI, dan hasil penyidikan diserahkan kepada penuntut umum melalui Pejabat Penyidik POLRI itu yang di maksud dengan koordinasi dan pengawasan sebagai mana di tentukan oleh Undang-Undang.

Karena tidak sahnya penyidikan yang dilakukan  maka berdampak terhadap semua penetapan yang di lakukan oleh Penyidik PPNS Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Pidana Kementrian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan  seperti penetapan tersangka,  penyitaan dan atau peyegelan, penangkapan dan Penahanan menjadi tidak sah dan  batal demi hukum.

Dengan tidak sahnya  surat surat yang dikeluarkan penyidik  tersebut, maka  pemohon Praperadilan Agung Dwijo Sujono SH yang semula ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Salemba Jakarta Pusat,  harus dibebaskan atau dikeluarkan dari tahanan, tambah hakim.

Kasus praperadilan ini menurut keterangan para kuasa hukum (PH)  Pemohon Agung Dwijo Sujono SH, yang antara lain Muhammad Zainudin  SH, Rizal Noor SH, Wiwit Wijoyanto SH, Dian Permana SH serta Slamet Khaeron SH bermula dengan ditetapkannya kliennya  sebagai tersangka dan  ditahan  karena disangka melakukan penambangan batu bara secara melanggar hukum di desa Tukul, Kecamatan Long  Irem, Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur.

Ketua Tim  PH  Agung Dwi Sujono SH,
Muhammad Zainudin  SH menjelaskan,  ketika penyidikan terhadap tersangka dimulai,  Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup  dan  Kehutanan ( PHLHK)  tidak berkoordinasi dengan Bareskrim Polri, padahal peraturan mewajibkannya untuk berkoordinasi itu hal yang sangat fatal sehingga prose yang dilakukan oleh Penyidik PPNS terbolak balik tidak sesuai dengan proses penyelidikan dan penyidikan untuk menetapkan klaen kami Agung Dwi Sujono SH sebagai tersangka sehingga proses tersebut bertentangan denga pasal 1 angka 5, pasal 1 angka 2, pasal 1 angka 14 dan pasal 184 KUHAP yang mana dua alat bukti tersebut harus di dapatkan secara sah.

Untuk itulah Agung Dwijo Sojono SH menunjuk kami  sebagai  pengacara /Penasehat hukum ( PH) -nya guna melakukan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dan pihak Dirjen PHLHK sebagai Termohon I dan Mabes Polri/Bareskrim Polri sebagai Termohon II.

Saya dan semua PH dalam kasus ini sangat senang, hakim berpikir jernih dan mengabulkan permohonan Praperadilan yang kami mohonkan" sebut Muhammad Zaenudin SH,  dengan raut wajah gembira.

Ditambahkan, dengan dibatalkan surat penyidikan oleh hakim, tentu dampaknya surat surat dari penyidik tersebut tidak mengikat lagi  secara hukum. Dan otomatis klien kami Agung Dwijo Sujono SH harus dikeluarkan/dibebaskan dari Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Jakarta Pusat", Pungkasnya.

(MN)


[Ikuti Seputar Riau Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar