Meski Sudah Lama Beroperasi, Raksasa TI ini Belum Pernah Bayar Pajak

Uchok Sky Khadafi (Copyright.Int)
JAKARTA, seputarriau.co - Center for Budget Analysis (CBA) meminta DPR untuk mendorong dan merealisasikan pernyataan Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Bambang Heru Tjahjono agar perusahaan penyedia konten aplikasi populer atau over the top (OTT) seperti Facebook, WhatsApp, Netflix dan Twitter harus berbadan hukum bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
 
Direktur CBA, Uchok Sky Khadafi mengatakan, maksud dari penyedia layanan OTT berbadan hukum Indonesia agar ada pemasukan dalam bentuk pajak buat Negara. Karena, menurut Uchok, perusahaan konten ini merupakan pemain asing yang selama ini bebas beroperasi tidak bayar pajak apapun kepada negara. 
 
"Masa perusahaan seperti Facebook, WhatsApp, Netflix dan Twitter sudah memanfaatkan rakyat Indonesia untuk mempergunakan konten mereka, dan mereka sudah untung besar-besaran tapi tidak bayar pajak kepada negara," ujar Uchok dalam keterangan tertulis yang dikutip Rimanews.com, Selasa (8/03/2016).
 
Uchok menambahkan, apabila perusahaan penyedia konten aplikasi populer OTT seperti Facebook, WhatsApp, Netflix dan Twitter tidak mau berbadan hukum Indonesia, DPR harus mendorong pemblokiran perusahaan OTT tersebut di Indonesia.
 
Tapi, lanjut Uchok, terkait dengan pemungutan pajak perusahaan OTT, hal itu jangan diserahkan ke Kementerian Komunikasi dan Informatika. Sebab, berdasarkan catatan CBA, kementerian yang dipimpin Rudiantara tersebut memiliki beberapa rekam jejak yang buruk. 
 
"Dari catatan CBA yang namanya Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak serius untuk menagih pajak perusahaan kepada negara. Hal ini bisa dibaca dalam audit BPK semester satu tahun 2015, ada utang BHP (Biaya Hak Penggunaan) frekuensi Radio sebesar Rp2,2 triliun dengan denda sebesar Rp549 milyar, belum masuk ke kas negara," ungkap Uchok. 
 
Uchok kemudian menyebutkan beberapa nama perusahaan penyedia jasa telekomunikasi yang memiliki masalah dengan pajak, diantaranya: 
 
1) PT. Bakrie Telecom, Tbk, dengan BHP pokok sebesar Rp856,1 milyar, dan denda sebesar Rp422.6 milyar
 
2) PT. Smart Telecom, Tbk dgn BHP pokok sebesar Rp1,1 Triliun, dan denda sebesar Rp12,3 juta
 
3) PT.Smartfren Telecom, Tbk, dengan BHP sebesar Rp4,1 milyar, dan denda sebesar Rp45,7 milyar
 
4) PT. Sampoerna Tel Ind. dengan BHP sebesar Rp47,7 milyar.
 
5) PT.Hutchinsson 3 Ind, dengan BHP sebesar Rp14,8 milyar, dan denda sebesar Rp4,4 milyar
 
6) PT.Indosat, Tbk, dengan BHP sebesar Rp20 milyar  dan denda sebesar Rp12,6 milyar
 
7) PT. Berca Hardayaperkasa melakukan lelang BWA, dan ada denda sebesar Rp6,5 milyar
 
8) PT. XL Axiata, Tbk dengan BHP sebesar Rp3,5 milyar, dan denda sebesar Rp3,3 milyar
 
9) PT. Telkomsel, Tbk degan BHP sebesar Rp1,9 milyar
 
10) PT. Jasnita Telekomindo dengan BHP sebesar Rp1,5 milyar, dan denda sebesar Rp284 juta
 
11) PT. Telkom Wireless B dengan BHP sebesar Rp880 juta
 
Berdasarkan 11 fakta tersebut, Uchok mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mencopot Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara 
 
"Karena tidak becus dalam menagih pajak buat negara. Dengan pergantian ini diharap, kinerja untuk penagihan pajak bisa meningkat," tutup Uchok menjelaskan.
 
 
(ATP)


[Ikuti Seputar Riau Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar