RI 'Menyerah' Pada Abu Sayyaf, Siap Bayar Tebusan 10 WNI Disandera

abu sayyaf. ©2016 mindanaoexaminer.com
JAKARTA, seputarriau.co - Sejak akhir bulan lalu sepuluh pelaut Indonesia yang merupakan anak buah kapal Anad 12 disandera oleh kelompok separatis Filipina Abu Sayyaf. Kelompok militan yang sudah berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) itu kemudian menuntut uang tebusan sebesar 50 juta peso (setara Rp 15 miliar). Mereka meminta uang tebusan itu diserahkan paling lambat 31 Maret tapi kemudian diperpanjang hingga hari ini. Jika tidak dibayarkan mereka mengancam 10 WNI itu akan dibunuh.
 
Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri sudah berupaya membebaskan 10 WNI itu lewat jalur diplomasi dan dialog. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sudah menemui pemerintah Filipina untuk mengupayakan pembebasan itu.
 
"Kemarin kami koordinasi dengan otoritas Filipina dan diperoleh informasi bahwa semua pergerakan diawasi dengan baik dan 10 WNI itu masih dalam keadaan baik dan sehat," kata Retno dikutip Merdeka.com, di Kantor Kementrian Sekretariat Negara, Jakarta, Kamis (7/4).
 
Retno menegaskan, pemerintah tidak pernah berhenti dan patah semangat untuk membebaskan 10 WNI tersebut. Berbagai upaya akan terus dilakukan agar 10 WNI itu bebas.
 
"Saya katakan kita mencoba melakukan yang terbaik dan berupaya keras dan berdoa untuk saudara-saudara kita tersebut. Kerja kita, upaya kita lakukan terus menerus dari detik ke detik dari waktu ke waktu," tambahnya.
 
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengaku sudah menyiapkan penyelamatan dengan cara militer. Namun upaya itu hanya bisa dilakukan jika  pemerintah Filipina memberi izin.
 
"Bukan siap lagi, lebih dari siap. Tapi kan, ada aturan kalau mau masuk wilayah itu (Filipina)," kata Menhan di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Kamis (7/4).
 
Dikatakan Menhan, militer Filipina telah menyiapkan pasukan sebanyak tiga batalyon di sekitar lokasi penyanderaan. 
 
"Ada tiga batalyon. Kami harapkan nggak lama karena diharapkan negosiasi bisa menambah waktu dan selesai seperti apa yang diharapkan," tambahnya.
 
Ryamizard menekankan, Indonesia tak mau dianggap sebagai bangsa yang lemah lantaran diperas kelompok Abu Sayyaf. Pemerintah lebih memilih membebaskan 10 WNI yang disandera tersebut melalui jalur militer. Tapi sejauh ini proses diplomasi merupakan langkah bijak yang dilakukan Indonesia. 
 
"Karena kalau dengan kegiatan militer kan, ada dampaknya yang mati nanti. Kalau yang mati terorisnya enggak ada masalah. Nah, kalau yang mati rakyat kita kan, disayangkan. Kita tunggu saja," terangnya.
 
Berbeda dengan Ryamizard, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan perusahaan tempat sepuluh ABK itu bekerja siap memberi uang tebusan untuk membebaskan mereka. Luhut menuturkan membayar uang tebusan adalah pilihan yang paling tepat. 
 
"Itu urusan perusahaan, kita pantau dengan ketat karena itu mungkin strategi yang terbaik," kata Luhut ketika menghadiri acara pembekalan seluruh kepala Lapas dan Rutan seluruh Indonesia di Kantor Menkum HAM, Jl. Rasuna Sahid, Kuningan, Jakarta, Selasa (5/4).
 
Luhut mengatakan akan mendapat laporan perkembangan dari perusahaan sejauh mana mereka akan membayar uang tebusan itu. 
 
Meski pemerintah tidak akan membayar sepeserpun kepada Abu Sayyaf namun dengan membiarkan perusahaan membayar uang tebusan langkah itu bisa dinilai pemerintah 'menyerah' kepada Abu Sayyaf.
 
Menurut Luhut sikap ini bukan berarti Indonesia melunak atau menyerah kepada pihak Abu Sayyaf. Dia menegaskan usaha lain sejauh ini akan terus dilakukan. "Tidak, kita tidak akan menyerah," tegas mantan Kepala Staf Kepresidenan ini.
 
 
(ATP)


[Ikuti Seputar Riau Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar